Pages.

Sabtu, 16 April 2011

BAHAGIA?

melow banget deh judulnya #aw

bahagia bukan hanya saat kita dapet rejeki nomplok
bahagia bukan waktunya kita ditembak cowok yang di sukain
bahagia bukan pas cowok kita ngemanjain kita
bahagia punya arti sendiri
*aduh sumpah sok mellow banget dah*
dari sumber *klik aja biar langsung go on ke sumbernya* yang didapeeet, ini diaa arti bahagia menurut ajaran islam:D

Jika ada manusia yang berkata, alangkah bahagianya kalau aku tidak bahagia, maka sudah tentu dia tidak siuman lagi karena bahagia itu merupakan fitrah alami setiap manusia. Tidak ada manusia yang tidak inginkannya. Bahkan, apa saja yang diusahakan dan dilakukan oleh manusia adalah untuk mencapai bahagia.

• Bahagia itu relatif?
Sayangnya, keinginan manusia untuk bahagia sering tidak kesampaian. Ini disebabkan banyak manusia tidak tahu apa makna bahagia sebenarnya dan mereka juga tidak tahu bagaimana caranya untuk mendapatkannya. Jika kita mencari sesuatu yang tidak diketahui dan dikenal, sudah pasti kita tidak akan menemukannya. Oleh itu, usaha mencari kebahagiaan itu harus dimulai dengan mencari apa arti kebahagiaan itu terlebih dahulu.
Apakah arti bahagia? Ada yang beranggapan arti bahagia itu relatif. Ia bervariasi dan berbeda antara seorang individu dengan yang lain. Bagi yang sakit, sehat itu dirasakan bahagia. Tetapi bila sudah sehat, kebahagiaan itu bukan pada kesehatan lagi. Sudah beralih ke hal yang lain lagi. Bagi golongan ini kebahagiaan itu adalah satu "moving target" yang tidak spesifik artinya.
Ada pula golongan pesimis. Mereka beranggapan bahwa tidak ada bahagia di dunia ini. Hidup adalah untuk menderita. Manusia dilahirkan dengan tangisan, hidup bersama tangisan dan akan dikirim ke kubur dengan tangisan. Bahagia adalah utopia, ilusi atau angan-angan. Ia tidak ujud dalam realitas dan kenyataan.

• Sumber internal atau eksternal?
Sebelum mendapat jawaban tentang arti kebahagiaan yang sebenarnya, harus dipastikan sumber kebahagiaan itu. Ia datang dari mana? Apakah bahagia itu datang dari luar ke dalam (outside-in) atau dari dalam ke luar (inside-out)?
Banyak yang merasakan bahwa bahagia itu bersumber dari faktor eksternal. Ia bersumber dari harta, kekuasaan, rupa, nama dan persetujuan yang dimiliki oleh seseorang. Golongan ini merasakan jika berhasil menjadi hartawan, negarawan, bangsawan, rupawan, kenamaan dan cendekiawan maka secara otomatis bahagialah mereka.
Atas keyakinan itu banyak yang berhempas pulas dan sanggup melakukan apa saja untuk memiliki harta, kekuasaan dan lain-lain lagi. Kita tidak bahaskan mereka yang miskin, jelek, tidak populer dan bodoh, lalu gagal merasakan bahagia tetapi mari kita tinjau apakah hidup para hartawan, rupawan, bangsawan, kenamaan dan cendekiawan itu bahagia?

• Realitas hidup jutawan, rupawan dan selebriti.
Realitasnya, sudah menjadi "rules of life" (sunatullah), manusia tidak mendapatkan semua yang diinginkan. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menghindari diri dari sesuatu yang tidak disenanginya. Hidup adalah satu ujian yang menimpa semua manusia, tidak kira posisi, harta dan pangkatnya. Firman Allah:
"Dijadikan mati dan hidup adalah untuk menguji manusia siapakah yang terbaik amalannya." Al Mulk.
Si kaya mungkin memiliki harta yang berjuta, tetapi mana mungkin dia menghindari diri dari sakit, tua dan mati? Inilah yang terjadi kepada Cristina Onasis pewaris kekayaan ayahnya Aristoteles Onasis, yang mati pada usia yang masih muda walaupun memiliki harta yang miliaran dollar. Mereka yang rupawan, tidak dapat menghindari diri dari cercaan. Madonna, Paris Hilton (sekadar menyebut berapa nama) pernah dikutuk akibat perilaku buruk masing-masing. Lady Diana yang memiliki semua paket kelebihan wanita idaman akhirnya mati dalam keadaan yang tragis dan menyedihkan sekali.
John Lenon tidak dapat menghindari diri dari dibunuh meskipun dirinya dipuja oleh jutaan penggemar. Elizabeth Taylor pula sedang membilang usia yang kian merenggut kecantikan dan potongan badannya. Itu belum dihitung lagi nasib malang yang menimpa negarawan dan bangsawan tersohor seperti Al Malik Farouk (Masir), Shah Iran (Iran), Ferdinand Marcos (Filipina), Louis XVI (Perancis), Tsar (Rusia) dan lain-lain lagi. Tegasnya, kesakitan, cercaan, dijatuhkan dan lain-lain ujian hidup telah menumpas banyak hartawan, rupawan, negarawan dan cendekiawan dalam perlombaan mencari kebahagiaan.

• Bukti hilangnya bahagia.
Apa buktinya, mereka hilang bahagia? Tidak payah kita berargumen menggunakan Al Quran dan Al Hadis, dalam tampilan media massa saja sudah cukup menjadi bukti betapa tidak bahagianya mereka yang memiliki segalanya itu. Aneh, saat selebriti dari Hollywood, yakni mereka yang memiliki rupa yang cantik, harta yang miliaran dolar, nama yang tersohor tetapi dilanda berbagai masalah kronis. Daftar nama yang tersebut cukup panjang (lihat bagian fakta yang ditampilkan).
Mereka yang terlibat dengan arak, rumah tangga cerai berai, narkoba, kejahatan, sakit jiwa dan bunuh diri ini sudah tentu tidak bahagia. Jika mereka bahagia dengan nama, harta dan rupa yang dimiliki tentu mereka tidak akan terlibat dengan semua kekacauan jiwa dan kecelaruan pribadi itu. Tentu ada sesuatu yang "hilang" di tengah lambakan harta, rupa yang cantik dan nama yang populer itu.

• Ujian hidup puncak hilang bahagia?
Mari kita lihat persoalan ini lebih dekat. Apakah benar ujian hidup menghilangkan rasa bahagia dalam kehidupan ini? Apakah sakit, usia tua, cercaan manusia, kemiskinan, kegagalan, kekalahan dan lain-lain ujian hidup menjadi sebab hilangnya bahagia? Jawabnya, tidak!
Jika kita beranggapan bahwa ujian hidup itu penyebab hilangnya bahagia maka kita sudah termasuk pesimis yang beranggapan tidak ada kebahagiaan di dunia. Mengapa begitu? Karena hakikatnya hidup adalah untuk diuji. Itu adalah aturan hidup yang tidak dapat dihindari. Jika benar itu penyebab hilangnya bahagia, maka tidak ada seorang pun manusia yang akan bahagia karena semua manusia pasti diuji.
Atas dasar itu, ujian hidup bukan penyebab hilangnya bahagia.Sebagai perumpamaannya, jika air jeruk nipis diletakkan di atas tangan yang biasa, maka kita tidak akan merasa apa-apa.Sebaliknya, jika air jeruk itu diteteskan di atas tangan yang luka maka pedihnya akan terasa. Jadi apakah yang menyebabkan rasa pedih itu? Air jeruk itu kah atau tangan yang luka itu? Tentu jawabannya, luka di tangan itu.

• Metafora air jeruk dan luka di tangan
Air jeruk itu adalah umpama ujian hidup, sedangkan tangan yang luka itu adalah hati yang sakit. Hati yang sakit adalah hati yang dipenuhi oleh sifat-sifat mazmumah seperti diri, hasad dengki, marah, kecewa, putus asa, dendam, takut, cinta dunia, gila puji, tamak dan lain-lain lagi. Ujian hidup yang menimpa diri hakikatnya menimbulkan saja sifat mazmumah yang tersedia bersarang di dalam hati. Bila diuji dengan cercaan manusia, timbullah rasa kecewa, marah atau dendam. Bila diuji dengan harta, muncullah sifat tamak, gila puji dan diri.
Justru, miskin, cercaan manusia dan lain-lain itu bukanlah penyebab hilang bahagia tetapi rasa kecewa, marah dan tidak sabar itulah yang menyebabkannya. Pendek kata, ujian hidup hakikatnya hanya menyorot saja realitas hati yang sudah tidak bahagia lama sebelum menimpa seseorang.
Dengan segala argumen di atas terbuktilah bahwa pendapat yang mengatakan bahagia itu datang dari luar ke dalam adalah tertolak sama sekali. Ini karena faktor "kesehatan" hati jelas lebih dominan dalam menentukan bahagia atau tidaknya seseorang dibandingkan segala faktor eksternal. Ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa kebahagiaan itu datang dari dalam ke luar - soal hati.

• Inilah arti bahagia
Secara mudah kebahagiaan itu adalah memiliki hati yang tenang dalam menghadapi apapun ujian dalam kehidupan. Inilah arti bahagia yang sebenarnya sesuai petunjuk Allah di dalam Al Quran. Firman Allah:
"Ketahuilah dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang." Al Ra'du 28.
Rasulullah S.A.W. juga telah bersabda:
"Sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada seketul daging. Bila ia baik, baik pulalah seluruh tubuh, tetapi bila ia rusak maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ingatlah ia adalah hati. "(Riwayat Bukhari Muslim)
Rasulullah S.A.W bersabda lagi:
"Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda tetapi kekayaan itu sebenarnya adalah kaya hati"
Kaya hati berarti hati yang tenang, lapang dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki - bersyukur dengan apa yang ada, sabar dengan apa yang tidak.
Oleh itu hati perlu dibersihkan dan dipulihara dan dipelihara "kesehatannya" agar lahir sifat-sifat mazmumah seperti amanah, sabar, syukur, qanaah, reda, pemaaf dan sebagainya. Puncak kebahagiaan adalah ketika hati seseorang mampu mendorong pemiliknya melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan dan larangan yang ditentukan oleh Islam dengan mudah dan secara "auto pilot".

Metode MENCARI BAHAGIA MENURUT AL QURAN DAN As Sunah:
1. Beriman dan beramal saleh.
"Siapa yang beramal saleh baik laki-laki atau perempuan dalam keadaan ia beriman, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka amalkan." (An-Nahl: 97)
Ibnu 'Abbas ra meriwayatkan bahwa sekelompok ulama menafsirkan bahwa kehidupan yang baik (dalam ayat ini) adalah rezeki yang halal dan baik (halalan tayyiban). Sayidina Ali pula mentafsirkannya dengan sifat qana'ah (merasa cukup). Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu 'Abbas, meriwayatkan bahwa kehidupan yang baik itu adalah kebahagiaan.
2. Banyak mengingat Allah.
Dengan berzikir kita akan mendapat kelapangan dan ketenangan sekaligus bebas dari rasa gelisah dan gundah gulana. Firman Allah:
"Ketahuilah dengan mengingat (berzikir) kepada Allah akan tenang hati itu." (Ar-Ra'd: 28)
3. Bersandar kepada Allah.
Dengan cara ini seorang hamba akan memiliki kekuatan jiwa dan tidak mudah putus asa dan kecewa. Allah berfirman:
"Siapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya." (Ath-Thalaq: 3)
4. Selalu mencari peluang berbuat baik.
Berbuat baik kepada makhluk dalam bentuk ucapan maupun perbuatan dengan ikhlas dan mengharapkan pahala dari Allah akan memberi ketenangan hati.
Firman-Nya:
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) untuk bersedekah atau berbuat kebaikan dan ketaatan atau memperbaiki hubungan di antara manusia. Barang siapa melakukan hal itu karena mengharapkan keridaan Allah, niscaya kelak Kami akan berikan padanya pahala yang besar. "(An-Nisa: 114)
5. Tidak panjang angan-angan pada masa depan dan tidak meratapi masa lalu.
Fikir tetapi jangan khawatir. Jangan banyak berangan-angan terhadap masa depan yang belum pasti. Ini akan menimbulkan rasa gelisah oleh kesulitan yang belum tentu datang. Juga tidak terus meratapi kegagalan dan kepahitan masa lalu karena apa yang telah berlalu tidak mungkin dapat dikembalikan. Rasulullah SAW bersabda: "Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagi mu dan minta tolonglah kepada Allah dan janganlah lemah. Bila menimpa mu sesuatu (dari hal yang tidak disukai) janganlah kamu berkata: "Seandainya aku melakukan ini niscaya akan begini dan begitu," akan tetapi katakanlah: "Allah telah menetapkan dan apa yang Dia inginkan Dia akan lakukan," karena sesungguhnya kalimat 'seandainya 'itu membuka amalan setan. "(HR. Muslim)
6. Melihat "kelebihan" bukan kekurangan diri.
Lihatlah orang yang di bawah dari segi kehidupan dunia, misalnya dalam kurniaan rezeki karena dengan begitu kita tidak akan meremehkan nikmat Allah yang diberikan Allah kepada kita.Rasulullah SAW bersabda:
"Lihatlah orang yang di bawah kamu dan jangan melihat orang yang di atas kamu karena dengan (melihat ke bawah) lebih cepat untuk kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada kamu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
7. Jangan mengharapkan ucapan terima kasih manusia.
Ketika melakukan sesuatu kebaikan, jangan mengharapkan ucapan terima kasih atau balasan manusia. Berharaplah hanya kepada Allah. Kata bijak, jangan mengharapkan ucapan terima kasih karena umumnya manusia tidak pandai berterima kasih.Malah ada di antara Hukama berkata, "jika kita mengharapkan ucapan terima kasih dari manusia niscaya kita akan menjadi orang yang sakit jiwa!". Firman Allah:
"Kami memberi makan kepada kalian hanyalah karena mengharap wajah Allah, kami tidak menginginkan dari kalian balasan dan tidak pula ucapan terima kasih." (Al Insan: 9)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar